Rencana pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan agar tidak bisa mengakses pelayanan publik seperti SIM, Paspor, dan layanan administratif, dianggap menimbulkan kontra di masyarakat.
- Hercules Siap Dukung Gibran Maju Pilkada DKI
- KPU dan Pemerintah Sepakat Tanggal Pemilu 14 Februari 2024
- Cegah Kerawanan Pemilu, Humas Polri Diminta Siaga 24 Jam
"Aturan yang digodok oleh pemerintah yang penuh ancaman ini kepada masyarakat warga negaranya sangat tidak patut. Apakah ekonomi rakyat memang sulit dan susah atau rakyat yang enggan dan pura-pura tidak mau membayar? Ini yang harusnya dilihat secara seksama," tegas Ferdinand dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/10).
"Tidak elok juga jika memang karena kesulitan ekonomi, lantas masyarakat diancam dengan sanksi yang bisa menghapus hak-hak warga negara yang diatur oleh konstitusi," sambungnya.
Pada dasarnya, dirinya mendukung aturan yang kuat dan tegas. Tapi aturan ini seharusnya berlaku kepada pihak-pihak yang ditujukan kepada pihak yang mampu bayar tapi malas membayar.
"Karena peserta BPJS sekarang bukan hanya orang tak mampu, tapi orang mampu juga banyak gunakan BPJS. Maka perlu diteliti secara seksama siapa yang nunggak dan apa alasannya menunggak," jelasnya.
Penagihan iuran BPJS secara paksa dengan ancaman keras seperti itu bukanlah satu-satunya jalan. Ia menyarankan pemerintah bisa mengalokasikan APBN setiap tahunnya sebagai bantuan talangan setidaknya Rp 50 triliun dari APBN.
"Toh ini untuk rakyat, dari uang rakyat. Ini bisa dilakukan dengan menghapus beberapa program yang tidak terlalu penting," pungkasnya.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Anies dan Tim Kecil Koalisi Perubahan Sambangi AHY di kantor Demokrat
- Wacana Firli Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor Dana Corona Sudah Sesuai UU
- Dugaan Kecurangan Pemilu, THN AMIN Desak Bawaslu Sampang Panggil 12 Komisioner KPU